Apakah demam itu penyakit?
Demam
mungkin sudah begitu familiar ditelinga anda. Dengan ditandai gejala
peningkatan suhu tubuh kadang membuat sebagian kalangan masyarakat menjadi
parno. Mereka dengan segala macam cara akan berusaha meredam demam itu. Segala
macam obat penurun panas pun di cobanya, bahkan mengurung diri mereka di balik
selimut.
Pernah
saya bertanya pada seseorang yang sedang menggigil. “Sakit apa?”. “Demam”
jawabnya. Jawaban itu seakan menjadi tanda tanya besar di benak saya. Tapi
tentu saja, saya tidak menanyakan ini kembali padanya, “saya mengerti” jawabku
singkat. Sebuah pernyataan kini beralih saat seorang dosen dalam sebuah seminar
pernah menutur bahwa “Demam bukanlah suatu penyakit”. Sebenarnya, hanya itu yang saya mengerti dari
jawaban orang tadi.
Lalu
pada faktanya, saya menemukan sebuah informasi singkat, yang menguak kenyataan
ilmiah di balik tanda tanya besar itu. Dari (lubis,2009): demam memang bukan
suatu penyakit, melainkan dia hanyalah sebatas gejala dari suatu penyakit. Demam
adalah respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan
masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa
virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi
virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overhating),
dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem
imun. Jadi, jangan salah sangka menjudge demam adalah penyakit yang membuat
anda menjadi lemah dan sakit. Demam, tak ayalnya adalah tanda bahwa tubuh anda
sedang melawan sebuah serangan yang akan mengambil alih mahkota “sehat” di
kepala anda. It is normally...
Bagaimana mekanismenya? Dari
berbagai laporan penelitian, memperlihatkan
bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin
pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Ransangan endogen
seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan
pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNFα, selain IL-6
dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT
(Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian
medial dan lateral nukleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum
palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi
sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam
arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan
suhu tubuh terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Jadi, demam adalah sesuatu yang disengaja,
bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi. Tapi, terkadang
menggigillah yang membuat kita kurang nyaman. Sebenarnya menggigilpun adalah
reaksi tubuh agar dengan cepat
meningkatkan produksi panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung
untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut
mendorong suhu naik. Itulah, menggigil adalah hal yang wajar-wajar saja...
don’t be panic...
Namun, Anda harus selalu waspada. Karena di
sisi lainnya, bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas
yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara
keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini
membahayakan tubuh. Sampai saat ini, batasnya belum di ketahui secara pasti... So,
selalu ukur suhu tubuh saja bila demam sedang menjalankan aksinya. Anda bisa
mengukurnya dengan menggunakan termometer di telinga, mulut atau ketiak. Tapi,
pengukuran lewat mulut biasanya sih lebih akurat. Berikut ini adalah referensi
untuk anda sebagai patokan jika akan mengonsumsi obat, pasalnya obat anti
piretik atau penurun suhu tubuh tidak dianjurkan jika suhu tubuh masih di bawah
38,3°C.
Menurut Breman (2009), adapun kisaran nilai
normal suhu tubuh adalah suhu oral antara 35,5°-37,5° C, suhu aksila atau
ketiak antara 34,7°-37,3° C, suhu rektal antara 36,6°-37,9° C dan suhu telinga
antara 35,5°-37,5° C.
Jika tubuh anda telah melampaui batas kenormalan
di atas, maka hal umum yang disarankan adalah:
·
Usahakan
agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya menurun.
·
Cukupi
cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi.
·
Aliran
udara yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan
hawa panas ke tempat lain sehingga demam turun.
·
Jangan
menggunakan aliran yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun mendadak.
·
Ventilasi/regulasi
aliran udara penting di daerah tropik. Buka pakaian/selimut yang tebal agar
terjadi radiasi dan evaporasi.
·
Lebarkan
pembuluh darah perifer dengan cara menyeka kulit dengan air hangat (tepid-sponging).
·
Mendinginkan
dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah), sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi
maupun radiasi. Lagipula, pengompresan dengan alkohol akan diserap oleh kulit
dan dihirup pernafasan, dapat menyebabkan koma (Soedjatmiko, 2005).
Adapun pengobatan secara farmakologi yaitu
dengan pemberian: asetaminofen (parasetamol), asetosal dan ibuprofen. Dengan
dosis yang telah di tentukan. Sebaiknya, dosis di tentukan dari keadaan fisik
seseorang.
Itulah sekelumit
gambaran bagaimana pandangan medis terhadap demam, yang oleh kebanyakan orang
awam kadang keliru menilainya. Saya harap, setelah membaca artikel ini, kita
tak mensalahartikan “demam” lagi sebagai suatu penyakit. Tapi kenalilah gejala
lain, karena demam adalah gejala awal yang menjadi alarm tubuh akan adanya
patogen asing yang menyerang tubuh kita. Demikian...
Semoga Bermanfaat
dan terima kasih J
0 komentar:
Posting Komentar