Minggu, 24 Agustus 2014

Polemik Seputar Demam


Apakah demam itu penyakit?

Demam mungkin sudah begitu familiar ditelinga anda. Dengan ditandai gejala peningkatan suhu tubuh kadang membuat sebagian kalangan masyarakat menjadi parno. Mereka dengan segala macam cara akan berusaha meredam demam itu. Segala macam obat penurun panas pun di cobanya, bahkan mengurung diri mereka di balik selimut.
Pernah saya bertanya pada seseorang yang sedang menggigil. “Sakit apa?”. “Demam” jawabnya. Jawaban itu seakan menjadi tanda tanya besar di benak saya. Tapi tentu saja, saya tidak menanyakan ini kembali padanya, “saya mengerti” jawabku singkat. Sebuah pernyataan kini beralih saat seorang dosen dalam sebuah seminar pernah menutur bahwa “Demam bukanlah suatu penyakit”.  Sebenarnya, hanya itu yang saya mengerti dari jawaban orang tadi.
Lalu pada faktanya, saya menemukan sebuah informasi singkat, yang menguak kenyataan ilmiah di balik tanda tanya besar itu. Dari (lubis,2009): demam memang bukan suatu penyakit, melainkan dia hanyalah sebatas gejala dari suatu penyakit. Demam adalah respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun. Jadi, jangan salah sangka menjudge demam adalah penyakit yang membuat anda menjadi lemah dan sakit. Demam, tak ayalnya adalah tanda bahwa tubuh anda sedang melawan sebuah serangan yang akan mengambil alih mahkota “sehat” di kepala anda. It is normally...
Bagaimana mekanismenya? Dari berbagai laporan penelitian, memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Ransangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNFα, selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Jadi, demam adalah sesuatu yang disengaja, bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi. Tapi, terkadang menggigillah yang membuat kita kurang nyaman. Sebenarnya menggigilpun adalah reaksi tubuh agar  dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Itulah, menggigil adalah hal yang wajar-wajar saja... don’t be panic...
Namun, Anda harus selalu waspada. Karena di sisi lainnya, bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Sampai saat ini, batasnya belum di ketahui secara pasti... So, selalu ukur suhu tubuh saja bila demam sedang menjalankan aksinya. Anda bisa mengukurnya dengan menggunakan termometer di telinga, mulut atau ketiak. Tapi, pengukuran lewat mulut biasanya sih lebih akurat. Berikut ini adalah referensi untuk anda sebagai patokan jika akan mengonsumsi obat, pasalnya obat anti piretik atau penurun suhu tubuh tidak dianjurkan jika suhu tubuh masih di bawah 38,3°C.
Menurut Breman (2009), adapun kisaran nilai normal suhu tubuh adalah suhu oral antara 35,5°-37,5° C, suhu aksila atau ketiak antara 34,7°-37,3° C, suhu rektal antara 36,6°-37,9° C dan suhu telinga antara 35,5°-37,5° C.
Jika tubuh anda telah melampaui batas kenormalan di atas, maka hal umum yang disarankan adalah:
·         Usahakan agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya menurun.
·         Cukupi cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi.
·         Aliran udara yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan hawa panas ke tempat lain sehingga demam turun.
·         Jangan menggunakan aliran yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun mendadak.
·         Ventilasi/regulasi aliran udara penting di daerah tropik. Buka pakaian/selimut yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi.
·         Lebarkan pembuluh darah perifer dengan cara menyeka kulit dengan air hangat (tepid-sponging).
·         Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah), sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi. Lagipula, pengompresan dengan alkohol akan diserap oleh kulit dan dihirup pernafasan, dapat menyebabkan koma (Soedjatmiko, 2005).
Adapun pengobatan secara farmakologi yaitu dengan pemberian: asetaminofen (parasetamol), asetosal dan ibuprofen. Dengan dosis yang telah di tentukan. Sebaiknya, dosis di tentukan dari keadaan fisik seseorang.
Itulah sekelumit gambaran bagaimana pandangan medis terhadap demam, yang oleh kebanyakan orang awam kadang keliru menilainya. Saya harap, setelah membaca artikel ini, kita tak mensalahartikan “demam” lagi sebagai suatu penyakit. Tapi kenalilah gejala lain, karena demam adalah gejala awal yang menjadi alarm tubuh akan adanya patogen asing yang menyerang tubuh kita. Demikian...
Semoga Bermanfaat dan terima kasih J

0 komentar:

Posting Komentar