Sebagai mahasiswa yang baik mari kita manfaatkan segala teknologi informasi yang telah disediakan oleh universitas, salah satu contohnya yaitu Website UIN Alauddin Makassar. Setelah klik sana sini akhirnya ketemu dengan salah satu artikel lama yang sangat menarik dari salah satu dosen farmasi dan saya memutuskan untuk berbagi di blog ini yang insya Allah bisa menambah ilmu kita tentang kesehatan secara umum dan bidang farmasi secara khusus. Silahkan dibaca dan semoga bermanfaat :)
Isriany Ismail, M.Si., Apoteker
(Dosen Prodi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan)
|
Sudah Jatuh Tertimpa Tangga pula… Pepatah inilah yang dialami oleh
sebagian besar orang sakit di dunia ini.
Bagaimana tidak, derita bertubi yang
dialami penderita diabetes yang sel β pankreasnya tidak lagi dapat
mensekresikan insulin untuk mengontrol kadar glukosa darahnya, harus setiap
saat merasakan nyeri akibat suntikan insulin.
Penderita kanker, dimana kanker
hanya menyerang salah satu organ tubuh, karena obatnya tidak selektif… semua
sel yang sedang tumbuh ikut berhenti membelah seperti layaknya sel yang diobati
(sel kankernya sendiri), rambut rontok, kuku jari mati, dan tubuh menjadi
nyeri.
Penderita reumatik yang setiap
harinya mengkonsumsi obat AINS yang menghambat enzim ciclooxigenase (cox)
tidak selektif, harus menderita ulkus (luka lambung) yang diperparah dengan
konsumsi obat yang kebanyakan derivat asam tersebut secara oral.
Belum lagi obat yang diminum
sebagian besar hanya numpang lewat dan hanya sedikit yang mampu menyebrangi
membran saluran cerna menuju aliran darah, mencapai sisi aksi untuk menimbulkan
efek.
Beberapa senyawa obat memiliki
kelarutan yang rendah dalam air, sehingga dalam biofarmasi digolongkan dalam
obat kelas II ( kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi). Rendahnya disolusi
(kelarutan obat) dalam cairan saluran cerna akan menjadi tahap penentu
ketersediaan hayatinya. Terkadang beberapa jenis obat diabsorbsi kurang
dari 50%. Untuk obat jenis ini, tentunya tanpa disadari oleh pasien, adalah
sangat merugikan. Pasien membeli obat, mengeluarkan sejumlah dana, tetapi
obat yang diminumnya lebih banyak terbuang bersama feses sebelum
diabsorbsi.
Fenomena ini memicu para peneliti
dibidang teknologi sediaan farmasi untuk mengembangkan bentuk-bentuk sediaan
yang lebih menguntungkan dan menyenangkan pasien pada penggunaannya.
Kulit yang merupakan selimut tubuh,
menyiapkan permukaan terluas untuk absorbsi obat. Kulit sebenarnya barrier
(penghalang) masuknya senyawa-senyawa tertentu yang dapat mempengaruhi fungsi
tubuh dengan sel-sel penyusun yang sangat bervariasi di tiap lapisannya.
Berdasarkan anatomi dan fisiologi kulit, dapat diketahui sifat penyusun sel-sel
kulit tersebut serta bahan/senyawa yang dapat mengubahnya sehingga kehilangan
fungsi barrier dan menjadi lokasi penyerapan obat.
Sistem Penghantaran obat melalui
kulit yang dikenal dengan istilah Transdermal drugs Delivery System, saat ini
sangat marak menjadi topik penelitian. Dengan memodifikasi desain (formulasi)
sediaan, obat dapat menembus kulit dan mencapai sirkulasi sistemik (aliran
darah) dan menimbulkan efek layaknya penggunaan obat secara oral (diminum).
Beberapa peneliti telah melaporkan
keberhasilan obat-obatan mencapai sirkulasi sistemik pada penggunaan melalui
kulit dengan menerapkan teknologi peningkat penetrasi (penggunaan bahan yang
membantu penetrasi obat melintasi barrier kulit), teknologi gelembung (vesikel)
seperti liposom, niosom, ethosom, dan transferosom (penggunaan matriks dengan
penyusun yang serupa dengan penyusun membran sel kulit dan sel-sel tubuh
lainnya), teknologi plaster (patch) dengan matriks atau reservoar, dan
lain-lain.
Xiuhua Zhao dan kawan-kawan dari
Northeast Forestry University, China melaporkan bahwa insulin nanopartikel yang
disuspensikan dengan larutan dapat fosfat telah mampu melintasi kulit dengan
kecepatan penetrasi yang tinggi dan memenuhi hukum difusi fick’s I dan
dinyatakan potensial dapat diaplikasikan melalui kulit. Bentuk Patch (plaster)
dari insulin juga dapat menjaga kadar ‘basal’ insulin secara konstan pada
penggunaan transdermal dan dianggap efektif untuk penggunaan pada penderita
diabetes tipe I dan II (Altea therapeutics).
Ketoprofen, salah satu jenis obat
Anti Inflamasi non Steroid (AINS) dengan efek samping memperparah ulkus pada
penggunaan oral, telah berhasil diformulasi oleh penulis (pada penelitian tugas
akhir program magister ilmu farmasi UNHAS) dalam bentuk niosom dengan kadar
obat terjerap sebesar 66,16%, dan penggunaan transdermalnya
memperlihatkan tmax 1,5 jam, Cmax 1,415 µg/mL dan AUC0-10 8,29 µg.jam/mL pada
hewan uji kelinci, sehingga dapat dipastikan bahwa niosom ketoprofen gel dapat
digunakan melalui kulit.
Hal yang sama juga di sampaikan oleh
Darnpanid dari Mahidol University yang telah meneliti kemampuan
fosfolipid sebagai peningkat penetrasi dalam menghantarkan ketoprofen melintasi
kulit menuju sirkulasi sistemik.
Beberapa obat AINS lainnya seperti
nimesulide, Natrium diklofenac juga telah diteliti dapat digunakan melalui
kulit dengan teknologi self emulsifying drugs delivery system serta niosom.
Untuk mengurangi gejala
menopause, telah dilaporkan efektivitas penggunaan bahan peningkat
penetrasi PEG-CA/EL/DMSO untuk membantu penetrasi estradiol/levonorgestrel
transdermal dalam bentuk patch dan teknologi ini dapat mempertahankan
kadar tunak kedua hormon tersebut dalam darah.
Dari karakteristiknya, ahkirnya
kulit menjadi populer sebagai sisi yang potensial untuk
penghantaran obat tujuan sistemik (systemic drug delivery), karena
- Terhindar dari masalah lambung kosong, efek pH,
dan deaktivasi oleh enzim sehubungan dengan lintasan di gastrointestinal.
Beberapa fenomena yang mempengaruhi absorpsi melalui gastrointestinal
untuk sediaan oral dapat dihindari, seperti terurainya obat dalam
lingkungan asam lambung, obat-obat contohnya yang tergolong dalam AINS,
dapat menyebabkan perdarahan dan iritasi pada gastrointestinal,
tercampurnya obat dan makanan dalam lambung.
- Terhindar dari metabolisme lintas pertama
di hati. Tidak terjadinya lintas pertama di hati (first pass hepatic),
meminimalkan metabolisme lintas pertama seperti untuk sediaan oral, dimana
hal ini yang menyebabkan terbatasnya efikasi sediaan oral.
- Senyawa dengan indeks terapi yang sempit dapat
digunakan dengan lebih mudah.
- Keluhan pasien karena frekuensi penggunaan
obat-obat dengan waktu paruh yang singkat dan trauma atau rasa sakit
akibat pemberian parenteral (suntikan) dapat dihindari.
- Secara teori, tidak ada masalah dengan waktu
penghantaran seperti yang mungkin terjadi pada jalur gastrointestinal,
dimana dalam keadaan tunak penghantar obat dapat dipertimbangkan dengan
kadar plasma yang konstan
Resiko over dosis dan efek samping
ketika obat masuk ke sirkulasi dapat dihentikan dengan segera karena pengobatan
dapat dimulai dan diakhiri kapan saja melalui penggunaan plester (patch),
memungkinkan pengontrolan input, misalnya dengan penghentian hantaran melalui
penghilangan alat atau menyingkirkan sediaan dari kulit. Suatu hal yang sangat
berbeda jika over dosis dan keracunan terjadi setelah obat diminum.
PUSTAKA
Darnpanid,(2004), The Effect of
Phospholipid as Penetration Enhancer on Skin Permeation of Ketoprofen, Faculty
of Graduate Studies, Mahidol University
Grassi, Mario, et.al..(2007)
Understanding Drug Release and Absorption Mechanisms, Taylor &
Francis Group, London,53-63
Gregoriadis,Gregory,(2007), Liposome
Technology; Enttrapment of Drug and Others Material into Liposome , Third
Edition,Vol II, Informa Healthcare USA, Inc.
Ismail,Isriany,2010, Studi
Bioavailabilitas Sediaan Niosom Ketoprofen Gel, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Ranade, Vasant V and
Hollinger,Maunfred, (2004), Drug Delivery System, CRC Press
Shahiwala,Aliasgar dan
Misra,Ambikanandan, (2002) Studies in topical application of niosomally
entrapped Nimesulide, J Pharm Pharmaceutical Sciences, 5(3) 220-225.
Walters,Kenneth A.(2002),
Dermatological and Transdermal Formulation, Marcel Dekker,Inc.
SUMBER
: http://uin-alauddin.ac.id/artikel-76-transdermal-drugs-delivery-system-teknologi-farmasi-yang-memanjakan-si-sakit.html
0 komentar:
Posting Komentar